Di Indonesia undang-undang bisa di permainkan tergantung pada tujuan, seperti undang-udang di tunjukan oleh Jokowi bahwa presiden boleh mndukung paslon padahal undang-undang tersebut ada lanjutannta, tapi jokowi hanya menunjukkan sepenggal pasal saja. Itulah politik kita sangat aneh namun nyata, kalau kembeli lagi ke judul topik Menguji Netralitas Presiden di Pemilu pendapat saya presiden netral dari awal sampai akhir.
Apalagi setelah menonton film DIRTY VOTE, bukan hanya tidak netral tapi membuka mata saya betapa terstruktur, tersistem dan masifnya pihak tertentu untuk meraih kekuasaan dan membangun serta melanggengkan kekuasaan melalui dinasti politik keluarga diatas penderitaan rakyat banyak.
Politik itu kejam. Dan kita juga tidak bisa menolak adanya kepentingan pengusaha dan kolega di atas penguasa. Semua pihak-pihak berkepentingan saling bantu membantu untuk terus melanggengkan dinasti kekuasaan. Mereka menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Dan ya memang itu tadi bahwa undang-undang di Indonesia ini sangat mudah dipermainkan apalagi banyaknya pasal-pasal karet di dalamnya.
Pak Presiden pernah bilang bahwa presiden boleh memihak. Dan melanjutnya dengan mengatakan adanya syarat yaitu cuti sebagai posisinya sebagai presiden. Ane rasa aturan ini sangat konyol karena ane berpikir bahkan jika seorang Presiden cuti karena punya dukungan politik, tetap saja kekuasaan dan status Jokowi sebagai presiden tidak hilang begitu saja. Masak iya karena presiden cuti tiba-tiba presiden kehilangan koneksi ke istana negara dan backingan kekuasaan? Ane rasa tidak. Jadi seharusnya tidak perlu adanya undang-undang yang seperti itu yang kelihatan sekali ada unsur kepentingan di sananya.