kajian oleh Luno bahwa di Indonesia, Malaysia dan Afrika Selatan memiliki tingkat pengguna crypto lebih besar dari pada Eropa.
Di sini ane hanya ingin mengomentari terkait dengan
metode ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan kesimpulan tersebut. Karena kesimpulan ingin menggeneralisir
populasi dari sedikitnya 4 negara (meskipun cuma kesan tersebut dari
headline pemberitaan saja)
Methodology
The survey was conducted in September 2018 by Kantar TNS, on behalf of Luno, using computerassisted web interviewing techniques. Respondents from 10 countries were selected for the survey with over 1000 participants in each of the countries, all of whom were at least 18 years old. Participants were chosen from the following countries: France, Indonesia, Malaysia, Ireland, Romania, Italy, Netherlands, Germany, Lithuania, Poland, the United Kingdom and South Africa.
...
As the survey was carried out online, the bias towards higher income individuals is not unexpected as South Africans with Internet access tend to be wealthier.
Sumber:
https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/luno-content/T13571+JHB+Media+Event+-+Whitepaper-3-WEB.pdfUntuk mendapatkan kesimpulan dari suatu populasi, jumlah sampel yang digunakan tidak sembarangan, dan metode sampling-nya pun tidak sembarangan. Apabila menggunakan
purposive sampling seperti yang TNS lakukan, maka kesimpulan dari riset tidak bisa menggeneralisasi suatu populasi. Misalnya pernyataan bahwa di Indonesia tingkat pengguna kripto lebih besar dari Eropa adalah
tidak valid, karena data akan bias pada suatu kelompok tertentu. Bisa jadi kebetulan ke-1000 orang responden di Eropa tersebut memang bukan pengguna kripto, dan bisa jadi kebetulan ke-1000 orang responden di Indonesia memang kelompok trader kripto. Untuk menghindari bias seperti itu digunakan metode
simple random sampling.
Fenomena
sampling error ini pernah kita jumpai pada salah seorang Capres dulu saat
quick count dinyatakan menang, eh ternyata kalah padahal sudah syukuran. Ya kalau yang dijadikan sampel tidak random... begini jadinya... salah ambil kesimpulan.
Bias (yang nampak) pada penelitian TNS di atas lebih mengarah pada kelompok yang (1) bisa melakukan web interview dan (2) memiliki akses internet, belum lagi ditambah bias-bias lain yang (
tergantung sogokan tidak nampak).
Apakah 1000 orang cukup untuk dijadikan sampel juga masih menjadi pertanyaan, ane belum sempat membuka kitab-kitab jadul ane terkait penentuan jumlah sampel dari
confidence interval,
confidence level, dan populasi. Ane iseng mencoba di
https://www.surveysystem.com/sscalc.htm dan memasukkan angka CL:95%; CI:0.05; Populasi: 200juta. Hasilnya dibutuhkan sampel sebesar 3769201, bukan 1000an
Sehingga, silahkan diskusi mengenai
opini agan @bots1, tetapi
jangan kemudian dianggap sebagai faktaIni membuktikan bahwa pasar ekonomi crypto dinegara berkembang lebih diterima dari pada negara maju, bahkan ketika regulasinya tidak memberikan kenyamanan bagi rakyatnya untuk melakukan transaksi pembayaran dengan cryptocurrency.
Ini opini, belum ada riset yang membuktikan hal ini. Ane lihat paper TNS masih berupa statistik deskriptif, belum membuktikan hipotesis (
statistik inferensial).
Pertanyaannya cukup sederhana:
1.
Di saat semua negara mulai melirik crypto sebagai masa depan uang, lalu kenapa agan semua masih FUD? tapi masih gak kapok juga untuk berhenti
(kapok lombok).
2.
Apa saja keuntungan negara dan masyarakat ketika negara mampu mengadopsi cryptocurrency sendiri? (jawaban yang sudah disebutkan tidak perlu diulang, yang mengulang di report moderator) #kejam 3.
Bagaimana langkah bagi Indonesia untuk dapat mengadopsi crypto sebagai uang? (jangan berpendapat bahwa regulasi sudah mentok karena
uu no 7 tahun 2011 tentang uang, sebab masih ada peraturan pengecualian yang tertera pada aturan
Bank Indonesia PBI/20/6/2018. Intinya PBI bisa dirubah tanpa persetujuan DPR)
1. Sekali lagi opini yang belum dibuktikan "
semua negara mulai melirik crypto sebagai masa depan uang." Terlepas dari itu, sikap skeptis kadang dibutuhkan loh agar tidak tertipu. Bahkan seorang yang terpelajar ada baiknya sedikit skeptis.
2. Kalau yang paling terlintas di benak ane sebagai pelaku bisnis adalah bisa transfer ke negara mana saja dengan biaya yang murah. Pakai PayPal mahal banget (apalagi bank transfer).
3. Senada dengan nomor 2. Boleh menerima BTC dari luar negeri asal dikonvert ke rupiah, jadi tetap menggunakan rupiah sebagai alat transaksi. BTC digunakan sebagai
payment network.
*Berpendapat tidak ada yang salah dan benar, asal masuk akal.
Pada batas tertentu, ilmu pengetahuan bisa yakin mengatakan bahwa sesuatu itu salah berdasarkan dasar teori, metode penelitian, data, perhitungan, hasil kesimpulan, dll. "Asal masuk akal" bisa menyesatkan, karena akal manusia itu terbatas. Gunakan
metode ilmiah agar akal-nya bisa jadi akal v2.0
Nice thread btw!
Bacaan:
http://dissertation.laerd.com/purposive-sampling.php